Sabtu, 17 November 2007

Keharusan Paca di Manggarai = Bunuh Diri?

Beberapa hari yang lalu saya ngobrol dengan saudara saya dan ternyata yang namanya belis atau paca atau mas kawin sudah menjadi hal yang "menakutkan" bagi sebagian besar anak muda di Manggarai Flores NTT, karena nilainya yang bisa mencapai angka 50Juta.
align="justify">
"Co kong kawing e enu, paca de weta so ce ga sampe keta 5ojuta,ne main tong seng.." (Bagaimana mau kawin, sekarang belis sudah mencapai Rp.50juta..)

Begitu sepenggal kalimat yang dilontarkan oleh saudara saya tersebut.
Belis (paca) atau mas kawin adalah salah satu syarat dari sebuah perkawinan menurut adat masyarakat Manggarai di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur. Walaupun 99% penduduknya memeluk agama katholik, tetapi mayarakat manggarai masih memegang adat istiadat leluhurnya. Salah satunya adalah adat membayar paca atau belis bagi calon pengantin laki-laki sebelum melaksanakan sebuah perkawinan. Pengantin laki-laki diwajibkan membayar sejumlah belis sesuai permintaan keluarga pengantin perempuan. Biasanya belis tersebut berupa kerbau, dan kuda. Paca ini dimaksudkan sebagai ungkapan terima kasih kepada keluarga perempuan yang telah membesarkan pengantin perempuan dan sebagai biaya pelaksanaan pesta perkawinan.
Dewasa ini, makna belis sesungguhnya sudah terdistorsi, apalagi belis itu sendiri saat ini hanya berupa uang tunai saja. Belis dijadikan alat untuk meningkatkan prestise keluarga dan bisa jadi untuk mereguk pendapatan ekonomi dadakan. Keluarga perempuan merasa prestisenya naik dimata masyarakat karena anak perempuannya diHARGAI mahal dan tentu juga mendapatkan sejumlah uang secara dadakan. Misalkan saja belis sebesar Rp.50jt, kalo untuk semua keperluan pesta perkawinan menghabiskan uang sejumlah Rp.25jt, berarti keluarga perempuan masih untung Rp.25 jt.ck...ck...bukan duit yang sedikit.
Dalam hal ini, yang tidak dienakkan tentu pengantin laki-laki dan tentu juga pasangan pengantin itu kelak. Duit Rp.50jt yang mungkin merupakan hasil IRIT selama 1-2 tahun kerja, hilang begitu saja demi sebuah acara sehari, dan setelah menikah harus EKSTRA IRIT lagi karena sudah juga harus menghidupkan keluarga. Padahal duit sebegitu bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat, misalnya beli rumah, atau ditabung buat keperluan anak-anak kelak, jangan hanya karena prestise, kita menikah dengan paca luar biasa, tetapi setelah menikah masih harus nebeng makan dan tinggal di rumah orang tua karena kehabisan uang buat membayar paca.
Saya sendiri tidak bermaksud untuk membangkang dari adat. Adat itu sendiri adalah penting, tetapi bukan nilai ekonominya yang kita naikkan tetapi maknanya, apalagi di jaman susah seperti sekarang ini.
Saya pikir perlu ada campur tangan dari pihak ketiga tentang masalah belis, entah itu dari lembaga adat,pemerintah atau mungkin Gereja. Di Kutai misalnya, ada sebuah lembaga yang dibentuk oleh Pemda untuk mengontrol besarnya belis. Atau kita bisa meniru peran Gereja di Keuskupan Maluku tentang pelaksanaan sebuah perkawinan. Di Keuskupan Maluku,sejak setahun ini, diberlakukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pengantin laki-laki jika akan melangsungkan perkawinan, yakni tanah 1 ha, tanaman coklat 250 batang, kelapa 250 batang dan beberapa jenis tanaman lainnya..(saya tidak begitu ingat jumlah tanaman tiap jenisnya..),syarat tersebut di atas sebagai bekal bagi kedua pengantin untuk kelangsungan rumah tangganya, bukan diserahkan kepada keluarga pengantin perempuan. Jadi sebelum menikah, pihak Gereja akan memeriksa apakah pengantin laki-laki telah memiliki syarat-syarat tersebut di atas, jika belum maka perkawinan akan ditunda hingga pengantin laki-laki dapat menyiapkan syarat-syarat tersebut. (Syarat tersebut di atas dikhususkan untuk petani, jika pegawai atau wiraswasta, maka syaratnya berupa tanah dan sejumlah uang, saya lupa jumlah pastinya) Sebuah contoh yang baik bukan? setidaknya setelah menikah pengantin tidak begitu pusing karena telah ada lahan yang akan digarap. Jika dibandingkan dengan keharusan belis manggarai sekarang yang gila-gilaan, saya pikir, ini jauh lebih baik.
Belis, sepanjang sesuai dengan makna yang sesungguhnya adalah baik adanya, tetapi jika kemudian belis digunakan untuk maksud-maksud lain, perlu dipikirkan lagi manfaatnya, jangan sampai dengan belis,kita malah bunuh diri.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ini nilai yg berlaku pada thn ini,byk perubahan mengikuti nilai dOllar terhadap rupiah ckckck what about u?