Selasa, 20 November 2012

Angkor sebagai alternative pengganti karbohidrat

Angkor adalah nama lokal yang diberikan masyarakat Kampung Rinca untuk tumbuhan Cycas rumphii atau Pakis haji. Jika sebagian kita lebih mengenal Pakis haji sebagai tanaman hias, maka tidak demikian bagi masyarakat di Kampung Rinca, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Rinca, Angkor lebih dikenal sebagai sumber karbohidrat alternative pengganti nasi. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu ini oleh masyarakat Rinca telah dimulai sejak jaman nenek moyang mereka dahulu dan telah membudaya dan menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat. 


 Angkor yang memiliki bentuk seperti palem dengan tinggi mencapai 6 m dan memiliki buah yang berbentuk bulat telur berwarna coklat, banyak ditemukan di dataran Pulau Rinca, baik di dataran rendah sekitar pantai maupun di daerah dengan ketinggian hingga 500 mdpl. Secara alami, angkor banyak ditemukan di daerah-daerah lainnya di Indonesia mulai dari Pulau Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua. 




Pada musim paceklik, saat hasil tangkapan kurang bagus, nelayan di Kampung Rinca biasanya memanfaatkan buah angkor untuk kemudian diproses menjadi makanan. Biji tanaman yang masuk dalam family Cycadaceae ini sebenarnya mengandung racun yang bisa mematikan, karenanya sebelum dikonsumsi, biji angkor harus diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan racunnya. Berdasarkan hasil PRA (Participatory Rural Appraisal) di Desa Pasir Panjang, bagan alur proses pemanfaatan biji angkor oleh masyarakat Kampung Rinca adalah sebagai berikut:  


  Dari bagan di atas, terlihat tahapan proses pemanfaatan biji Angkor mulai dari pemisahan biji angkor dari buahnya hingga biji angkor siap untuk dikonsumsi. Perendaman biji angkor dalam air laut pada bagan alir di atas, dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan racunnya, sedangkan penjemuran di bawah sinar matahari dimaksudkan untuk menghilangkan kadar air sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama. 


Di daerah lain di Indonesia, seperti misalnya di Maluku, biji angkor dapat diolah lebih lanjut menjadi tepung dan dijadikan bahan dasar pembuatan berbagai jenis makanan daerah. Hal yang sama tentu bisa dilakukan di Kampung Rinca, dimana masyarkat sudah sangat familiar dengan angkor, hanya saja tahapan-tahapan proses pemanfaatan biji angkor harus benar-benar diperhatikan agar tidak berbahaya bagi kesehatan.


 Sumber: 1. PRA (Participatory Rural Appraisal ) Desa Pasir Panjang, Taman Nasional Komodo, 2012 2. http://www.chykoemoo.com/2011/05/cycas-rumphii.html

Tidak ada komentar: