Sabtu, 05 Juni 2010

Aku dan Kopi Manggarai

Kopi dan aku adalah dua hal yang sulit rasanya dipisahkan. Mungkin karena dibesarkan dalam kultur yang erat dengan kopi, membuat kopi sebagai sebuah minuman wajib buatku. Kalau para pencinta kopi saya tempatkan pada beberapa level dari 1 - 10 menurut kecanduannya terhadap minuman yang diekstrak dari biji kopi ini, saya bisa dikatakan berada pada level 5 artinya belum sampai taraf kecanduan, baru level pas-pasan :p. Saya biasanya mengkonsumsi hanya 1 – 2 gelas kopi dalam seharinya, pada pagi dan sore hari.


Buatku menikmati kopi bukan hanya soal memberikan semangat atau menahan ngantuk. Bagiku kopi adalah seni. Seni mengatur komposisi yang pas antara sesendok kopi dan sejumput gula. Menyeruput dan menikmati aromanya sambil bersantai mendengarkan music atau membaca novel, atau sekedar bercanda gurau dengan kerabat atau keluarga.
Di Negeriku Manggarai, Ngopi bisa juga menjadi semacam “ritual” yang menghangatkan keluarga. Ngopi bersama keluarga biasanya dilaksanakan pada sore hari sebelum makan malam, ketika semua anggota keluarga pulang dari uma (kebun) atau tempat kerja. Ngopi menjadi ajang melepas lelah dan menceritakan pengalaman selama sehari keluar dari rumah, atau hanya siwi sok (ngomong ngalor ngidul) yang mendekatkan hubungan antar anggota keluarga. Ngopi bareng ini biasanya dilaksanakan juga pada pagi hari sebelum beraktifitas, hanya saja tidak “sewajib” pada sore hari karena pagi hari orang terikat waktu untuk berangkat ke tempat kerja.


Kebiasaan minum kopi sebenarnya bukan kebiasaan asli Manggarai. Orang Manggarai sendiri baru mengenal kopi saat tanaman dari Famili Rubiaceae itu dibawa oleh penguasa Belanda ke Manggarai. Belanda melakukan ekspedisinya yang pertama ke Manggarai pada tahun 1850 kemudian yang kedua pada 1890 dan yang ketiga pada tahun 1905. Pengaruh Belanda ada di Manggarai mulai ada sejak ekspedisinya yang ketiga tersebut. Di bidang pertanian, Belanda mulai mengganti tanaman berumur pendek di tanah lingko atau lahan komunal masyarakat yang seharusnya hanya ditanam dengan tanaman berumur pendek, dengan tanaman perdagangan berumur panjang seperti kopi. Jenis kopi yang diperkenalkan oleh Belanda adalah kopi Robustha atau Coffea canephora atau oleh masyarakat Manggarai disebut kopi tuang atau kopi tuan, kopi penguasa.


Selain kopi Robustha, jenis kopi lain yang banyak ditanam di Manggarai adalah kopi Arabika atau Coffea Arabica atau orang Manggarai menyebutnya kopi unggul. Di pasaran internasional, memang kedua jenis kopi ini yang banyak diperdagangkan. Kedua jenis kopi ini memiliki cita rasa yang berbeda. Kalau kopi yang banyak digemari masyarakat dunia adalah kopi Arabika, saya pribadi lebih menyukai kopi Robustha. Kopi Robustha memiliki aroma yang lebih kuat, rasa yang lebih netral dan kandungan kafein yang lebih tinggi. Jika bubuk kopi Robustha disimpan, semakin lama citarasa dan aromanya akan semakin kuat. Berbeda dengan kopi Robustha, kopi Arabika memiliki kandungan kafein yang lebih rendah, aroma yang lebih ringan serta rasa yang sedikit asam.


Di Manggarai, proses pengolahan kopi dari masak panen hingga bubuk kopi masih menggunakan cara-cara tradisional. Pemanenan buah kopi masih dilakukan secara manual dengan tangan. Setelah itu kopi kemudian dipisahkan dari kulit buah dengan menggunakan mesin atau ditumbuk dengan menggunakan lesung dan alu. Setelah dipisahkan dari kulit buah, biji kopi kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Setelah kadar airnya berkurang kemudian dilakukan pemisahan kembali biji kopi dan cangkangnya. Proses pemisahan ini juga masih menggunakan lesung dan alu atau menggunakan mesin. Proses selanjutnya yakni pesangraian atau pemanggangan biji kopi di atas api hingga warna biji kopi coklat kehitaman. Proses terakhir yakni penggilingan biji kopi menjadi tepung kopi dengan mesin penggiling atau dengan lesung serta alu.
Metode pengolahan kopi Manggarai yang masih tradisional ini dikatakan berbagai pihak menjadi penyebab rendahnya kualitas kopi Manggarai dibandingkan dengan kopi dari daerah lain di Indonesia. Tetapi, lagi-lagi mungkin karena sudah dibesarkan dalam kultur “lidah kopi tradisional” saya lebih menyukai kopi tradisional Manggarai dibandingkan kopi-kopi lain hasil pengolahan pabrik.


Walaupun bukan tanaman asli Manggarai, tetapi kopi sudah menjadi salah satu identitas orang Manggarai. Bisa dipastikan bahwa hampir di setiap rumah orang Manggarai tersedia bubuk hitam ini. Jika di China orang terbiasa menjamu tamu dengan teh, maka di Manggarai orang selalu menjamu tamunya dengan kopi. Kopi juga adalah salah satu komoditi andalan dari Manggarai. Tak sedikit generasi muda anak petani-petani kopi Manggarai yang bisa bersekolah hingga ke pulau Jawa. Jangan heran pula, jika oleh kawan anda yang berasal dari Manggarai suatu saat anda akan dioleh-olehi kopi. Seperti saya katakan di awal tulisan saya di atas, “Kopi dan aku adalah dua hal yang rasanya sulit dipisahkan” rasanya tak berlebihan pula kalau saya katakan, “Kopi dan orang Manggarai adalah dua hal yang rasanya sulit dipisahkan”

Tidak ada komentar: