oya kemeriahan perayaan 17-an masih terasa sampai sekarang. Ada berbagai pertandingan yang digelar oleh panitia perayaan, mulai dari sepak bola, Volly, Bulu tangkis, Takraw dan lomba2 seni seperti karaoke, vokal group, poco2, gerak jalan, karnaval, sepeda indah dan lain-lain. Sayangnya ada kegiatan yang tidak berjalan dengan mulus, seperti sepak bola, tetap aja ada yang namanya kisruh, baik antar pemain, maupun antar suporter. Budaya kisruh sepertinya sudah melekat dengan masyarakat kita, mentalnya belum siap menerima menang-kalah secara jujur.
Panitia perayaan juga banyak menuai protes, pasalnya panitia banyak meresahkan masyarakat dengan dana perayaan kegiatan. Tidak hanya menarik sumbangan kegiatan yang besarannya sudah dipatok kepada pengusaha dan masyarakat, tetapi untuk menyaksikan pertandingan bola kaki masyarakat juga harus membayar karcis. selain itu untuk lomba kesenian, sistem penilaiannya tidak menggunakan juri tetapi dengan menjual kupon, jadi jika seorang peserta ingin menang, dia harus membeli kupon kepada panitia yang dijual Rp.500 sebanyak2nya. Ya sistemnya tidak berbeda jauh dengan idol, hanya saja ini kurang cocok untuk diterapkan di masyarakat dalam perayaan 17-an. Untuk penyediaan piala bagi setiap juara perlombaan, panitia juga masih harus membebankannya kepada setiap sekolah. Jadi timbul pertanyaan, sebenarnya dana kepanitiaan digunakan untuk apa?? penggunaan dana oleh panitia memang sangat tidak transparan, dan ini menjadi sulit untuk ditentang karena semua muspika tergabung dalam kepanitiaan.
Rencananya semua rangkaian kegiatan 17-an agustus ini akan ditutup pada tanggal 27 agustus pekan depan, yang sekaligus sebagai acara penyerahan hadian dan makan bersama seluruh masyarakat. Ya slogannya terdengar indah, tetapi dalam agendanya makanan yang disediakan hanya sebayak 500 dus snack untuk 500 undangan, jadi lebih cocok dikatakan sebagai makan snack seluruh panitia dan muspika, bukan masyarakat.
Ya sangat disayangkan kejadian seperti ini, apalagi ini dalam kegiatan perayaan HUT bangsa, Lagi dan lagi masyarakat hanya sebagai penonton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar