Kota kecil ini masih tak banyak berubah.
Dia masih juga dingin. Berada di bawah kaki gunung, hujan tidak begitu mengenal musim, hawa dingin membuat lutut sering bereuni dengan dagu dibawah selimut bulu yang tebal. Matahari juga sangat jarang memunculkan wajah sebelum jam delapan pagi dan kalaupun muncul jangan berharap banyak dia akan lama bersinar, kabut tidak rela membiarkannya berlama-lama menebar pesona.
Dia masih juga sepi. Hawa yang dingin membuat orang betah berlama-lama di dalam rumah. Jangan berharap menemukan perbelanjaan yang buka saat jam tujuh malam atau jangan pula berharap bisa menemukan angkotan kota saat jam menunjuk tujuh malam. Tidak ada kehidupan malam di kota ini, hanya ada bunyi jangkrik dan jangkrik yang menyalak.
Dia masih juga bersahabat dengan aroma kopi tuang, kopi robustha kata orang. Hari selalu dibuka dan ditutup dengan segelas kopi tuang. Segelas kopi yang mampu menghangatkan tubuh yang selalu diselimuti hawa dingin.
Dia masih juga ramah. Datang ke kota ini selalu seperti kembali ke rumah sendiri, orang-orang akan menyapamu dengan senyum. Jangan pernah kuatir akan tersesat, karena akan banyak orang yang akan membantu tidak dengan pamrih.
Dia masih juga memanjakan mata. Hujan yang tidak mengenal musim membuat kota ini hijau. Banyak tanaman yang betah berbunga dan berkembang. Dengan landscape daerah pegunungan, membuat mata enggan terpejam menikmati indahnya kota ini.
Kota kecil ini dia masih tak banyak berubah. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dia masih memanggilku untuk kembali pulang, selalu begitu…Ruteng,kota kecilku yang tidak banyak berubah…
View Larger Map
2 komentar:
kapan pulang kampoeng ibu?
halu..ini siapa ya..tengkiu dah mampir.......
Posting Komentar